Pleaselikeme.org – Pernahkah Anda merasakan getaran bambu yang digoyangkan lalu berubah menjadi harmoni indah yang merdu? Itulah daya tarik Alat Musik Sunda Angklung, sebuah instrumen tradisional dari Jawa Barat yang tidak hanya menghibur, tetapi juga sarat makna budaya. Angklung bukan sekadar alat musik, melainkan simbol gotong royong, kebersamaan, dan identitas masyarakat Sunda.
Read More : Pesona Sakral Tari Jawa Bedhaya Ketawang, Sejarah, Makna, dan Keagungan Keraton Surakarta!
Uniknya, sejak tahun 2010, angklung telah diakui UNESCO sebagai Warisan Budaya Takbenda Dunia. Fakta ini tentu menambah kebanggaan sekaligus rasa penasaran untuk mengenal lebih dekat bagaimana sejarah, filosofi, hingga keunikannya terus bertahan lintas generasi. Mari kita bahas lebih dalam mengeai Alat Musik Sunda Angklung ini!
Sejarah dan Asal Usul Alat Musik Sunda Angklung
Setiap alat musik tradisional selalu lahir dari perjalanan panjang peradaban. Begitu pula dengan Alat Musik Sunda Angklung yang sudah dikenal sejak abad ke-11. Instrumen bambu ini awalnya hadir dalam kehidupan masyarakat agraris Sunda yang sangat bergantung pada padi. Angklung dimainkan sebagai bagian dari ritual penghormatan kepada Dewi Sri, dewi kesuburan dan kehidupan.
Getaran bambu dipercaya mampu menghadirkan doa agar panen melimpah serta terhindar dari malapetaka. Nama angklung sendiri berasal dari bahasa Sunda, yaitu “angkleung-angkleungan”. Kata “angka” berarti nada, sementara “lung” berarti pecah atau putus. Dari situlah lahir sebutan angklung, merujuk pada bunyi khas yang tercipta ketika bambu digetarkan.
Tradisi ini terus berkembang dan diwariskan secara lisan dari generasi ke generasi, menjadikan angklung tidak hanya sekadar hiburan, melainkan juga media spiritual yang penuh makna.
Keunikan Bahan dan Cara Memainkan Angklung
Alat Musik Sunda Angklung memiliki perbedaan mencolok dibandingkan instrumen lain. Jika kebanyakan alat musik dimainkan dengan cara dipetik, dipukul, atau ditiup, maka angklung menghasilkan nada melalui getaran. Bambu yang digunakan biasanya jenis awi wulung (bambu hitam) dan awi temen (bambu putih).
Proses pembuatannya pun tidak sembarangan. Bambu dipotong saat musim tertentu, bahkan ada kepercayaan bahwa waktu terbaik memotong bambu adalah ketika jangkrik bersuara, agar kualitas suaranya maksimal. Cara memainkannya cukup sederhana, namun membutuhkan kekompakan. Angklung digoyangkan untuk menghasilkan suara sesuai nada tertentu.
Dalam sebuah pertunjukan, setiap pemain memegang satu atau dua nada saja. Itulah sebabnya, untuk membentuk sebuah lagu lengkap, dibutuhkan kerjasama dan harmoni dari banyak pemain. Angklung dengan jelas mengajarkan nilai kebersamaan, saling menghormati, hingga kedisiplinan dalam sebuah kelompok.
Baca juga: Ntb: Gunung Rinjani Jalur Senaru Kini Punya Fasilitas Pendakian Baru
Jenis-Jenis Alat Musik Sunda Angklung
Seiring perkembangan zaman, Alat Musik Sunda Angklung mengalami banyak bentuk dan fungsi. Setiap jenisnya memiliki peran khusus dalam tradisi maupun pertunjukan seni. Berikut beberapa jenis angklung yang terkenal di Jawa Barat:
1. Angklung Dogdog Lojor
Digunakan dalam tradisi penghormatan kepada padi, khususnya dalam ritual Dogdog Lojor yang masih lestari hingga kini.
2. Angklung Gubrag
Ditemukan di Bogor, jenis ini sudah sangat tua dan sering dipakai dalam upacara pertanian sebagai penghormatan kepada Dewi Sri.
3. Angklung Badeng
Berakar dari Garut, angklung jenis ini menjadi bagian penting dalam kesenian Badeng yang bernuansa religius dan hiburan.
4. Angklung Buncis
Dari Bandung, biasanya dimainkan dalam perayaan seni pertunjukan Buncis yang sarat kegembiraan.
5. Angklung Bungko
Berasal dari Cirebon, angklung ini sering digunakan masyarakat pesisir dalam kegiatan budaya lokal.
6. Angklung Daeng Soetigna
Jenis ini menjadi titik balik sejarah angklung. Pada tahun 1938, Daeng Soetigna mengubah angklung pentatonis menjadi diatonis, sehingga bisa memainkan berbagai genre musik modern.
Filosofi dan Makna Sosial Angklung
Selain keindahan suaranya, Alat Musik Sunda Angklung menyimpan filosofi yang dalam. Instrumen ini mengajarkan bahwa harmoni hanya bisa tercipta jika setiap pemain memainkan perannya dengan benar. Tidak ada satu nada pun yang bisa membentuk lagu tanpa dukungan nada lainnya. Pesan ini menggambarkan kehidupan sosial masyarakat Sunda yang menekankan pentingnya gotong royong dan kebersamaan.
Di dunia pendidikan, angklung juga sering diajarkan karena mampu melatih konsentrasi, kerjasama, dan kreativitas siswa. Banyak sekolah di Indonesia hingga luar negeri menggunakan angklung sebagai media belajar musik yang menyenangkan. Tak heran jika angklung menjadi simbol persahabatan lintas budaya dan negara.
Angklung di Mata Dunia
Pengakuan UNESCO terhadap Alat Musik Sunda Angklung sebagai Warisan Budaya Takbenda Dunia pada tahun 2010 menjadi tonggak bersejarah. Penghargaan ini menandakan bahwa angklung bukan hanya milik masyarakat Sunda, tetapi juga bagian dari warisan umat manusia. Kini, angklung sering dimainkan di berbagai festival internasional, dipelajari di sekolah-sekolah luar negeri, bahkan dijadikan sarana diplomasi budaya Indonesia.
Keberadaan angklung di panggung dunia menunjukkan bahwa alat musik tradisional mampu melintasi batas zaman dan wilayah. Dari ritual sederhana di sawah hingga konser megah di luar negeri, angklung terus menebarkan harmoni yang mengikat siapa saja yang mendengarnya.
Kesimpulan
Alat Musik Sunda Angklung bukan hanya sekadar instrumen dari bambu, tetapi juga cermin kehidupan masyarakat Sunda yang penuh nilai kebersamaan, penghormatan terhadap alam, serta kecintaan pada seni. Sejarah panjangnya, ragam jenisnya, hingga pengakuan dunia menjadikan angklung sebagai warisan budaya yang patut dibanggakan.
Dalam setiap getaran bambu yang menghasilkan harmoni, kita diingatkan bahwa kebersamaan adalah kunci dari keindahan hidup. Itulah sebabnya, menjaga dan melestarikan Alat Musik Sunda Angklung adalah tanggung jawab bersama, agar suara merdunya tetap abadi di hati generasi mendatang.